“Di!! Budi!! Bangun dah siang!!” sentak bapak Santoso pada seorang anak kecil berumur tiga belas tahun yang ternyata adalah anaknya yang sangat dia sayangi namun, dia agaknya kesal juga sudah tiga kali ia membangunkan tapi anaknya tetap saja membandel nggak pernah mau membuka matanya.
“tidak seperti biasanya Budi nggak mau bangun” desahnya, memang biasanya Budi sekali dibangunin langsung meloncat ke kamar mandi. Namun, pagi itu sedetikpun dia nggak mau membuka matanya “ada apa dengan dia, ya?” Tanya pak Santoso dalam hati, dia agak heran juga dengan keadaan anaknya pagi itu. Ngga’ tahan dia pergi ke jedding mengambil air.
Byuurrr…… Budi terkejut dan membuka matanya dia tak pernah menyangka kalau ayahnya akan seberingas itu, ia langsung meloncat ke kamar mandi setelah melihat jam menunjukkan pukul 06.00 WIB, menyesal ia nonton TV sampai larut malam. Setelah mandi ia langsung mengambil tas dan pakaian sekolahnya ia takut sekali terlambat masuk sekolah karena hari itu adalah bagian guru yang sangat keras terhadap anak-anak.
“Lho!!?? Tidak mau sarapan dulu?” tanya sang mama melihat Budi pamit mau berangkat sekolah.
“Tidak ma, saya mau sarapan di sekolah saja. Saya takut terlambat hari ini” sahut Budi sambil menjabat tangan mamanya.
“Ya sudah kalau begitu” kata mamanya.
“Uang jajannya, Ma!?” pinta Budi.
“Minta pada ayah kamu, sekarang mama nggak memegang uang” jawab Aisyah, mama Budi.
Budi langsung pergi ke tempat di mana sang ayah sedang minum kopi. Setelah menerima uang jajannya Budi langsung pergi ke sekolah.
Bapak Santoso adalah seorang pengusaha yang bisa dikatakan sukses walau gajinya pas-pasan namun sudah bisa mencukupi kehidupannya sehari-hari, ia kawin dengan Aisyah setelah menamatkan S2-nya jurusan Budaya walau ia tak pernah mencintai Aisyah namun karena Aisyah adalah pilihan orang tuanya dia terima saja, karena Santoso yakin kalau apa yang orang tuanya katakan adalah yang terbaik. Dan dari hasil perkawinannya dengan Aisyah ia dikaruniai seorang anak yang diberi nama Budi, lengkapnya Budi Prayana. Santoso sangat menyayangi Budi karena ia adalah anak semata wayangnya.
“Di! Budi nggak mau tidur? Sudah jam sepuluh lewat, nanti kesiangan lagi” tanya Bapak Santoso melihat puteranya tetap berada di depan televisi pada suatu malam.
“Sebentar lagi, yah!! Budi masih belum ngantuk” jawab Budi enteng, sedang Santoso hanya mengeleng-gelengkan kepalanya lalu melangkah mendekati Budi dan duduk di sampingnya.
“Ayah ingat nggak dengan nyanyian Wayang?” tanya Budi pada ayahnya, sedang Santoso mengernyitkan alisnya melihat pertanyaan anaknya yang agak aneh.
“Yang mana, Bud?’ tanya ayahnya. Memang seperti itu sifat Budi dan ayahnya, Santoso. Seperti tidak ada batas antara mereka dan memang seperti itu yang Santoso inginkan.
“Itu, yah. Yang judulnya Dongeng” terang anaknya.
“Sepertinya ayah tidak pernah mendengar nyanyian itu, coba sekarang Budi menyanyi” pinta Santoso pada anaknya.
“Baik, yah”
Dongeng sebelum tidur
Ceritakan yang indah
Biar ku terlelap
Dongeng sebelum tidur
Mimpikan diriku
Mimpikan yang indah ha ha ha
Terdengar merdu suara Budi ketika menyanyikan lagunya Wayang yang berjudul Dongeng.
“Terus, maksud Budi dengan nyanyian itu?” tanya Santoso masih belum mengerti dengan maksud anaknya.
“Budi mau tidur kalau ayah mau bercerita” kata Budi lagi. Santoso hanya tersenyum mendengar permintaan Budi.
“Ayah mau bercerita apa?” tanya Santoso
“Apa saja, yang penting nanti bisa membuat Budi terhibur dan tertidur” jawab Budi polos.
Setelah itu mereka tidur bersama dan seperti apa yang Budi pinta, Santoso bercerita sebelum Budi tidur. Begitulah Budi, setiap mau tidur dia selalu meminta ayahnya bercerita.
$$$
Hari minggu adalah hari yang paling menyenangkan bagi siapa saja yang mau menikmatinya apalagi bagi siswa, karena hari Minggu adalah hari libur. Maka, untuk menghibur anaknya, Santoso mengajak Budi ke Pantai Lombang, dengan mengendarai Mobil Carry yang ia beli dari hasil jerih payahnya berkerja Santoso mengendarainya dengan santai.
“Budi! Ayah sekarang punya cerita bagus” kata ayah Budi, Santoso ketika berada di atas mobilnya menuju pantai. Terlihat jelas keakraban mereka.
“Cerita apa, yah?” tanya Budi penasaran. Mendengarkan cerita memang hobinya, Budi ingin seperti ayahnya ia ingin menjadi budayawan yang hebat bahkan kalau bisa ia ingin mengalahkan ayahnya. Dengan mendengarkan cerita maka ia akan tahu kebudayaan orang lain. Hampir tiap malam Budi meminta ayahnya bercerita.
Namun Santoso tidak menjawab pertanyaan Budi, dia hanya tersenyum dan....
Tit...... tit..... tit.......
Santoso terkejut mendengar suara klakson di depannya. Ia membanting setir ke kanan hampir saja ia menabrak mobil truk.
“e..h mata kamu diletakkan dimana, ha..h?” terdengar bentakan dari dalam truk.
“Sory, bung! Saya tadi melamun” sahut Santoso jujur karena memang tadi dia tidak konsentrasi karena terlalu khusu’ berbicara dengan Budi, anaknya.
“Makanya, kalau mengendarai mobil jangan terlalu banyak melamun!” kata sopir truk itu lalu menancap gas dan berangkat.
Pantai Lombang memang sebuah tempat yang cocok bagi mereka yang ingin menikmati indahnya pagi, yang ingin membuat pikirannya tenang, apalagi di sekitarnya ditumbuhi pohon cemara dengan daunnya yang biru yang bisa meneduhkan mata siapa saja yang memandangnya. Santoso yang usianya bisa dikatakan tidak begitu tua begitu butuh akan ketenangan apalagi hari itu adalah hari istimewa baginya, karena hari itu ia bisa berkumpul dengan keluarganya, anaknya.
Budi yang pertama kalinya pergi kesana begitu gembira, sungguh ia tak pernah menyangka kalau tidak jauh dari rumahnya terdapat pemandangan yang begitu indah, pantai Lombang begitulah sebuah nama yang sering ia dengar dari teman-temannya, dia kira hanya sebuah dongeng saja. Namun, memang begitulah kenyataannya pantai Lombang adalah tempat yang punya sejuta keindahan yang mampu menyihir siapa saja yang datang ke sana.
Budi yang haus akan sebuah hiburan yang menyenangkan tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Ia bermain, berenang dan mandi sepuas-puasnya ia tak perduli dengan keadaan sekitarnya, sampai orang-orang yang ada di sekitarnya menggeleng-gelengkan kepala dibuatnya.
“Ayah..!! ayo yah! Renang sama Budi” ajak Budi pada ayahnya. Sang ayah hanya menggelengkan kepala, ia memang malas sekali hari itu untuk mandi, ia ke pantai hanya untuk mencari sebuah hiburan yang mengasyikkan.
Ketika Mentari hampir beranjak ke peraduannya Santoso dan anaknya baru pulang dari pantai Lombang, daun pohon cemara melambai-lambai mengiringi kepulangan mereka.
$$$
Malam begitu sunyi angin malam begitu dingin menusuk tulang sumsum. Tak ada seorangpun yang mau keluar rumah di malam itu, hanya burung hantu yang begitu rela memperdengarkan kicauannya yang begitu serak menusuk telinga membuat orang yang mendengarkan merasa khawatir ketakutan. Konon, menurut cerita kalau burung hantu berbunyi dimalam yang sangat sunyi maka akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Namun, di rumah Budi....
“Budi! Kamu kok belum tidur?” tanya Santoso melihat anaknya yang ada disampingnya belum juga memicingkan matanya, mendengar pertanyaan ayahnya Budi tersenyum.
“Kata ayah tadi punya cerita bagus” terang Budi sambil tersenyum.
“Terus?” tanya Santoso sambil mengangkat alisnya, namun bibirnya tetap tersenyum menandakan betapa sayangnya dia pada anaknya.
“Ya...!! Budi tidak akan tidur sebelum ayah menceritakannya” ungkap Budi polos.
“Ha... ha.... ha....” Santoso tertawa mendengar ucapan anaknya.
‘Ternyata anak ayah sangat cerdas he... he... he.... sekarang ayah akan bercerita, Cerita Sang Dewa yang ada di khayangan” kata Santoso, Budi hanya manggut-manggut mendengar perkataan ayahnya.
Melihat anaknya mulai bersemangat untuk mendengarkan ceritanya Santoso bercerita tentang apa yang pernah ia di buku ketika ia masih kuliah. Namun, dia tersenyum melihat anaknya tidur sebelum ia sempat menuntaskan ceritanya, ia mengambil selimut dan menyelimuti anaknya. Sedang malam terus bergulir seiring dengan bergulirnya waktu.
$$$
Pagi itu sang mentari sepertinya tidak mau menampakkan sinarnya yang indah, perpohonan yang biasanya mekar di pagi hari di pagi itupun seperti tidak rela untuk mendongakkan daun-daunnya. Entah, pertanda apakah itu?.
Hari itu adalah hari yang paling menegangkan bagi siswa SMP 1 Kebun Duko, betapa tidak? Hari itu adalah hari penentuan Siswa terbaik di sekolah itu. Ada yang menopang dagunya, ada yang bermain petak umpet seakan tidak perduli dengan acara yang diadakan oleh sekolah tersebut. Sedangkan Budi terlihat santai duduk di depan kelasnya sambil menunggu acara tersebut dimulai.
Waktu menunjukkan pukul 08.30 sang MCpun memulai acara yang memang sudah dinanti-nantikan oleh sebagian siswa yang yakin kalau dirinya yang akan mendapatkan predikat terbaik di sekolah itu. Namun, yang sebagian lagi yang tidak yakin akan dirinya hanya diam, diam dan diam, sepertinya mereka tidak bersemangat mengikuti acara itu. Acara pertama kedua dan penentuan ranking-ranking kelas telah selesai dibacakan, kini tiba saat yang dinanti-nantikan yaitu penobatan Siswa terbaik di SMP 1 Kebun Duko.
“Dia tidak begitu tampan
Dia santai
Namun jangan sangka
Kalau dia tidak bisa apa-apa
Dia pantas untuk diteladani
Dia pantas untuk dijadikan contoh
Karena dia adalah siswa teladan
Dialah siswa terbaik di sekolah ini
Siapakah dia...?
Dia adalah..............”
Siswa-siswa yang awalnya ramai kini diam, sampai tidak ada seorang pun yang mau membuka suara. Hening, begitulah keadaan pada waktu itu waktu yang begitu menegangkan, jantung mereka berdetak kencang menanti sang pembicara menyebutkan nama siswa teladan itu, sedang yang dinanti hanya tersenyum seakan dia sengaja membuat para siswa yang hadir penasaran.
“Dia lahir di desa Kebun Duren
Dia lahir pada tanggal 12 Januari 1994
Dia anak tunggal dari pasangan
Santoso dan Asiah
Dia punya nama...”
Budi yang nama ayah dan ibunya disebut tersedak.
“Dia punya nama Budi Prayana
Dia duduk di kelas 1
Budi tak tahu harus berbuat apa. Es krim yang ada di tangannya dia lemparkan secara tidak sadar. Sungguh, dia tak pernah menyangka kalau dia yang akan menjadi siswa terbaik di sekolahnya. Ada perasaan takut, khawatir di hatinya, namun yang pasti bahagia sedang menyebar di tubuhnya.
“Kepada yang bersangkutan kami harap untuk menaiki panggung kehormatan, dan berkenan untuk memberikan penghargaan kami pasrahkan kepada Drs. Slamet Ready sebagai kepala sekolah SMP 1 kebun Duko ini waktu dan tempat kami persilahkan”
Budi langsung naik ke atas panggung diikuti oleh Drs. Slamet Ready yang telah diberi kepercayaan untuk memberikan sebuah penghargaan terhadap Budi, diiringi oleh suara tepuk tangan dari para siswa yang hadir, Budi resmi dinobatkan sebagai siswa terbaik di SMP 1 Kebun Duko. Betapa bahagia hati Budi mendapatkan penghargaan yang demikian besar itu. Namun, satu hal yang membuat Budi agak murung, yaitu orang tuanya tidak ada disampingnya waktu itu. Memang, Santoso tidak mau memanjakan Budi tidak seperti anak-anak yang lain yang selalu ingin didampingi oleh orang tuanya, yang diinginkan Santoso hanyalah satu, Budi pintar tak ada yang lain. “Budi tidak usah memikirkan ayah, yang ayah inginkan Cuma satu, Budi pintar tak ada yang lain” begitulah kata Santoso pada Budi. Setelah turun dari panggung Budi menyalami semua guru sekolah itu yang memandanginya tanpa mengedipkan mata dengan perasaan kagum. Diiringi dengan suara Amien, maka berakhirlah acara tersebut.
$$$
Siang begitu terik, mentari begitu panas memanggang bumi walau mentari masih belum ada di atas kepala namun, sudah tampak kepanasannya. Namun, sesekali terlihat awan hitam menghalanginya. Budi sambil meloncat-loncat karena saking gembiranya, ia pulang dengan membawa sejuta kebahagian. Ingin dia kabarkan pada ayah dan ibunya kalau ia telah dinobatkan sebagai siswa teladan, ia membayangkan betapa bahagia hati ayah dan ibunya melihat anaknya mendapatkan predikat tersebut. Kata-kata ayahnya masih ia ingat betul ketika ia dan ayahnya pergi berlibur ke Pantai Lombang, “Kalau Budi nanti bisa menjadi siswa teladan, maka ayah akan membelikan apa yang Budi minta” begitulah kata-kata ayahnya yang masih terngiang jelas di telinganya, ingin rasanya dia terbang biar dia sampai ke rumahnya lebih cepat. Namun, ketika Budi sampai di dekat rumahnya dia heran melihat banyak orang di rumahnya. Seperti ada sesuatu. Ada apa dirumahku, pikirnya. Dia mempercepat langkahnya, memasuki halaman rumahnya Jantung Budi berdetak kencang, semua orang menatapnya tanpa berkedip, dilihat dari tatapannya sepertinya mereka menyimpan rasa kasihan. Pikiran Budi makin tak karuan, terdengar suara tangisan seorang perempuan, Budi tahu itu suara mamanya dia makin mempercepat langkahnya dia terobos kerumunan orang di dalam rumahnya. Sampai di dalam Budi terpaku melihat mamanya menangisi seseorang yang diselimuti sarung. Semua orang di dalam ruangan itu menoleh melihat Budi datang, tatapan mereka parau. Namun, Budi tak memperdulikan sekelilingnya.
“Mama, kenapa mama menangis?” tanya Budi masih belum memahami keadaan sekelilingnya.
“Ayahmu, Bud. Ayahmu” sahut mamanya semakin keras tangisnya.
“Ada apa dengan ayah, ma” tanya Budi.
“Ayahmu telah meninggalkan .....” Asiah tak mampu tuk melanjutkan kata-katanya, dia masih belum bisa menerima kenyataan itu. Dia begitu tertekan batinnya.
“Ayah................. “ teriak Budi shok, dia menangis sejadi-jadinya. Asiah memeluk anaknya.
“Kenapa ayah begitu cepat meninggalkan kita, ma?” tanya Budi sambil sesenggukan, piala trophy yang ia peroleh barusan ia letakkan begitu saja. Asiah tidak mampu menjawab pertanyaan Budi, hanya tangisan yang semakin keras dari mereka. Bapak Jumali, Kepala Desa di desa itu mendekatinya karena tidak tega melihat tangisan mereka.
“Sudahlah, bu. Tabahkan hatimu! Semua ini adalah taqdir dari tuhan kita tuhan yang maha kuasa” kata kepala desa tersebut menasehatinya, mendengar kata-kata kepala desa itu Asiah dan anaknya bukannya diam, tapi malah tangisnya semakin histeris membuat orang di sekitarnya semakin menundukkan kepalanya. Hati mereka bagai teriris melihat Asiah dan anaknya.
Namun akhirnya, Asiah dan anaknya beringsut ke belakang ketika jasad suaminya akan dimandikan oleh warga.
$$$
Lailaha illallah
Lailaha illallah
Lailaha illallah
Terdengar suara masyarakat berdzikir ketika jasad Bapak Santoso dibawa ke kuburan. Beribu-ribu orang mengiringi kepergiannya menandakan bahwa bapak Santoso itu orang baik. Namun, tetap saja Asiah dan anaknya tidak bisa menahan lelehan air matanya.
“Para kaum muslimin dan muslimat yang hadir di siang ini, saya meminta persaksian dari saudara-saudara sekalian, bagaimana kelakuan bapak Santoso semasa hidupnya, baik atau buruk?” tanya Kepala Desa kepada segenap warga yang hadir di tempat itu.
“Baik....” jawab warga serempak.
“Terima kasih atas persaksian saudara-saudara sekalian. Semoga dengan persaksian kalian amal-amal almarhum bapak Santoso diterima di sisi Allah SWT, Amein.... yarobbal alamin. Selanjutnya, saya mewakili dari keluarga Almarhum bapak Santoso, jika almarhum punya hak adami berupa hutang piutang saya harap untuk menghubungi bapak Ajaib selaku saudara dari almarhum dan akhirnya, Assalamualaikum Wr. Wb” tutur Kepala desa panjang lebar. Acara pemakaman berjalan dengan lancar, satu persatu dari warga yang hadir pulang beriringan.
$$$
Malam begitu tenang, sang rembulan tersenyum di antara sela-sela awan yang mengambang, bintang-bintangpun ikut menyinari sang malam. Oh.... betapa indahnya malam itu!! Namun, semua itu tidak berlaku bagi Budi. Dia yang ditinggalkan oleh ayahnya begitu terpuruk dalam kesedihan. Dia begitu tersiksa batinnya. Dia masih belum bisa menerima kenyataan itu “Ayah! Kenapa ayah meninggalkan Budi begitu cepat? Apakah ayah tidak kasihan sama Budi dan mama? Budi masih ingin bersama ayah. Budi masih ingin ayah bercerita lagi tentang sang dewa. Lantas, kalau bukan ayah siapa lagi yang akan bercerita sebelum Budi tidur?” ratap Budi.
Kemana.....
Ku harus
Mencari cerita sang dewa lagi
Setelah kini kau tiada lagi
Ku sepi
Ayah.....
Datanglah kau malam ini
Tuk sekejap saja untuk bercerita
Ayah ....
Apakah dewa di sana?
Bersamamu kini dialam abadi
Sampaikan salamku tuk dewa di sana
Ku kan menunggunya di dalam mimpiku
Waktu menunjukkan pukul 22.00 wib namun Budi masih meratap dan meratap sampai akhirnya dia tertidur dengan sejuta kesedihan. Kasihan!!!
THE END
Oleh Loothay HM
Januari 23, 2010
Januari 23, 2010
Jadilah orang pertama yang berkomentar!